Musim dingin telah berlalu. Pucuk-pucuk pohon sakura mulai
bersemi. Gerimis membasahi bumi Kobe pagi ini. Meskipun gerimis hanya datang
sebentar, awan telah berpendar indah ditemani sang mentari pagi.
“Ah langit
sangat cerah sekali! Sughoi1,
desu nee! Aoi sora to hikari2. Awannya bagus sekali Okaa-san3!” Sesampainya aku
di halaman belakang rumah yang penuh dengan tanaman hijau.
“Cepatlah
bersiap-siap Rei! Kau bisa terlambat. Otou-san4
tak bisa mengantarmu. Dia sudah ada di kantor. Hayakun5!” Ibuku berseru
sambil menghidangkan sarapan.
“Ohayo6,
Okaa-san!” Jawabku sambil berlari ke kamar mandi.
Selang
beberapa menit kemudian, aku sudah memakai seragam SMP Yamate, sekolahku yang
sekarang. Berdiri di depan kaca, aku bergumam. “Bagus juga untuk kukenakan. Seragam yang bagus.” Senang sekali
rasanya. “Ah, waktunya sarapan!”
“Okaa-san!” Tersenyum, aku menyapa Ibuku
yang masih berkelut di dapur.
“Sudahlah,
cepat makan!”
“Hai’! Itadakimashu7!”
Kulahap
masakan ibuku yang begitu lezat.
“Nee, Okaa-san, aku sudah selesai.
Masakan Okaa-san selalu menjadi awal
yang luar biasa di setiap pagiku. Gochisousama deshita8!”
“Sudahlah... Okaa-san tahu. Dasar! Kau memang pandai berargumen.”
“Okaa-san, Ittekimashu9! Cepatlah
pulang setelah selesai dari toko. Aku akan menunggu Okaa-san di rumah. Daisuki10...!
”
“Ya! Itterasshai11 Rei-chan! Hati-hati, jangan berlari! Daisuki dayo!”
Pagi ini
tanpa ku sadari, suatu takdir akan terjadi. Semuanya akan berubah. Namun, hanya
sifat keceriaan dan semangatku yang tak akan pernah berubah. Meskipun pada
akhirnya juga akan padam untuk sementara waktu.
Nama lengkapku adalah Matsuoka Rei. Kalian bisa memanggilku
Rei. Aku pindahan dari Yokohama. Karena pekerjaan ayahku, akhirnya kami
sekeluarga harus pindah ke Kobe. Umurku 14 tahun. Ayahku bernama Dai Matsuoka
seorang mekanika di perusahaan. Ibuku bernama Aida Horuka seorang Cheff roti.
Aku mempunyai seorang kakak bernama Setsu Matsuoka. Dia sekarang berada di
Kyodai, Kyoto. Aku harap kalian bisa membantuku dan berteman denganku. Jika aku
melakukan kesalahan, tolong langsung katakan padaku. Arigato Gozaimashu
(Terimakasih banyak). Hajimimashite! (Senang bertemu dengan kalian).
Setidaknya,
begitulah perkenalanku di depan kelas baruku. Ketegangan terus bersamaku saat
itu. Ku rasa, bahasaku terlalu formal. Ah, sudahlah. Lagi pula sudah kulakukan.
Mereka terlihat normal-normal saja. Aku sangat yakin akan bisa akrab dengan
mereka dalam waktu yang tidak lama.
______________________________
1.
Keren
2. Langitnya
begitu biru dan cerah
3. Okaa-san
adalah bahasa Jepang untuk panggilan Ibu
4. Otou-san
adalah bahasa Jepang untuk panggilan Ayah
5. Cepat
6. Selamat
Pagi
7. Ucapan
ketika hendak makan/minum
8. Ucapan ketika selesai makan/minum
9. Aku
berangkat
10. Aku
Menyayangimu/Aku Mencintaimu
11.
Silahkan berangkat
“Rei-san, aku akan mengajakmu berkeliling
sekolah ini. Kepala sekolah menyuruhku
untuk menemanimu. Aku Yui Ozura, ketua kelas di kelas ini. Kau bisa
memanggilku Yui.”
“Ah, kawaii12 desu nee! Baiklah Yui-san.
Bimbinglah aku dan beritahu apapun mengenai sekolah ini, onegai13...” Rei memintanya dengan nada yang ceria,
seperti biasanya.
“Hai’! kita akan memulainya pada jam
istirahat. Aku akan memanggilmu, Rei.”
“Yossha Yui-san!”
Semangatku
memang tak pernah pudar. Karena aku sedang bahagia sekali.
Bel istirahat
berbunyi. Yui memenuhi tugas yang telah diamanahkan kepadanya. Dalam observasi
sekolah ini, aku harus aktif bertanya tentang apa saja yang tidak aku ketahui
dan apa yang aku bingungkan. Sekolah ini terlalu luas dan bangunannya juga
bagus. Fasilitas di sekolah ini sudah lengkap. Hanya saja, kolam renangnya saja
yang tak ada di sekolah ini. Bagaimana mungkin kolam terletak di sekolah
Sastra? Pikiranku mulai aneh. Aku sudah kelelahan. Tapi tetap saja, semangatku
terus terbakar.
Ketika sampai
di samping Aula SMP Yamate, tiba-tiba aku berhenti.
“Yui-san, Chotto matte14! Pohon
sakura ini indah sekali. Aku belum pernah melihat pohon sakura sebesar dan
seindah ini. Rasanya, hidupku di dunia telah berubah menjadi pink.”
“Haha, Rei
kau lucu sekali. Ah benar, aku hampir lupa. Pohon ini adalah simbol dari SMP
Yamate. Sudah 78 tahun pohon sakura ini tetap berdiri kokoh dan berbunga tiap
musim semi. Ada sebagian siswa yang keheranan, bagaimana pohon sakura bisa
tumbuh dan bertahan begitu lama. Biasanya kan hanya... “ Belum sempat Yui
melanjutkan perkataannya....?
“Aku sungguh
tak percaya. Bagaimana aku mengatakannya. Tolong potretkan aku di bawah pohon
ini Yui-san! Ini kesan yang tak akan
pernah aku lupakan saat masa-masa SMP. Aku sangat menyukai sekolah ini. Sungguh
luar biasa. Udara di sini juga masih sangat asri. Aku bisa menghirup
sebanyak-banyaknya. Aku bersyukur sudah terlahir di negeri ini.” Rei
berputar-putar di bawah pohon sakura dengan riangnya.
“Ahahaha Rei,
kau memang lucu. Apa yang membuatmu begitu ceria? Kau sangat aneh, tapi setelah
bersama di dekatmu, rasanya aku juga merasa hidup. Kau semacam mengalirkan hawa
keceriaan padaku. Terimakasih, bisakah kau jadi sahabatku?” Senyum Yui sangat
tulus dan manis.
“Ah, Yui-san... tentu saja! Kau baik sekali. Aku
akan senang menjadi sahabatmu. Kau menjelaskan keadaan sekolah ini dengan
jelas. Kalau begitu, bolehkan aku memanggilmu dengan Yui-chan? Sepertinya terlihat lebih akrab” Aku memohon.
“Tentu saja
Rei, kau juga teman yang baik. Aku akan berusaha menjadi sahabat yang tak akan pernah
kau lupakan.” Senyum mengembang di bibirnya.
Di bawah
pohon sakura yang sudah berumur puluhan tahun ini, kami mengikat janji
persahabatan. Sepertinya, hidup ini akan menjadi kisah yang menyenangkan.
•••
Kami pun
kembali ke kelas setelah melakukan observasi. Pelajaran ketiga juga sangat
menyenangkan, Sastra Jepang. Aku memang suka membuat Haiku15 meskipun tidak sebagus orang-orang yang sudah
ahli. Hanya saja, aku suka menggambarkan perasaanku dengan membuat Haiku. Di
tambah lagi, sekolah ini lebih menekankan pada jurusan sastra. Ketika aku di
Yokohama, aku sering memenangkan perlombaan membuat Haiku. Aku sangat senang dengan perlombaan terakhirku. Ayahku bisa
hadir ketika pemberian hadiah. Aku melihat senyumnya yang sudah jarang kulihat
karena ia sangat sibuk.
______________________________
12.
Imut
13. Tolong
14. Tunggu
sebentar
15.
Haiku adalah puisi pendek Jepang yang
memiliki tujuh belas suku kata dengan pola 5-7-5
Hari pertama
di sekolah berjalan dengan lancar. Aku berpisah dengan teman-teman dan Yui-chan karena jalan menuju arah rumah kami
tidak searah. Kami berpisah di perempatan jalan. Jalan yang kulalui menuju
rumah sangatlah luar biasa indah. Ketika pagi hari, akan ada matahari yang bersinar
cerah dengan hamparan sawah di kanan dan kiri jalan. Ketika hari sudah mulai
sore, semuanya tampak kuning oranye menghiasi alam Kobe dengan semilir
anginnya. Dan malam, hawanya dingin, tidak terlalu ramai karena keadaan di sini
masih sangat asri. Aku bersyukur telah pindah ke tempat ini.
“Ah, hari ini aku tidak akan berlari.
Santai-santai saja kunikmati keadaan sekitarku yang sangat mengagumkan. Bisa ku
jadikan tema untuk Haiku yang ke 32.”
Senyumku terkekeh karena bicara pada diri sendiri.
•••
Sesampainya
di depan rumah ...
“Tadaima16!
Okaa-san? Okaa-san? Moshi-moshi17...?
Aku rasa Okaa-san belum pulang
melihat keadaan sesore ini. Yasudahlah, aku tunggu saja sampai makan malam.” Ku
melangkah menuju kamar untuk mengganti seragam.
“Benar-benar. Baru hari pertama di sekolah, tugasnya sudah
sebanyak ini. Aku harus belajar lebih giat lagi. Ah, aku belum mengisi daftar
ekskul.” Batinku sambil membuka isi tas di meja
belajar.
Volly tidak, Lompat jauh tidak, Menari? Sangat tidak
mungkin. Musik mungkin saja. Basket, basket, basket.... ah, ini dia! Kemudian...,
Sastra? aku baru tahu sastra dijadikan kegiatan ekstrakurikuler. Baiklah, kupilih
tiga saja! Semoga aku pandai membagi waktu.
Rembulan
ditutupi awan yang cukup gelap sehingga malam bertambah makin gelap. Hujan
turun dengan sangat deras, Tak menyisakan suara apapun kecuali bunyi air hujan
yang jatuh menimpa atap. Namun, Ibuku tak kunjung pulang. Firasat buruk
menghantui pikiranku. Tapi aku mencoba untuk tenang.
“Aku sudah
berumur 14 tahun. Semuanya akan baik-baik saja. Akan baik-baik saja. Tenanglah
Rei. Kau hanya perlu menenagkan dirimu.” Aku mencoba menenangkan diri.
Tak lama
kemudian, Malam berubah seperti semula. Menjadi cerah kembali. Hanya terdengar
rintik-rintik air yang masih terjatuh dari atap.
Tadaima, Rei-chan!
Rei-chan... Rei-chan... Ibu sungguh minta maaf. Ibu telah melakukan dosa besar kepada
keluarga ini. Dosa yang tak mungkin kau dan kakakmu maafkan. Setelah ini, ibu
akan pergi. Kau harus tetap hidup tanpa ibu. Rei-chan... Rei-chan...
“Rei, Rei-chan Sayang... bangun! Lehermu akan
sakit jika kau tidur seperti itu. Pindahlah ke tempat tidurmu... Apakah kau
bermimpi sesuatu?” Ternyata Ibuku sudah datang.
“Ah!!! Tadi
hanya mimpi kan? Okaa-san tidak
apa-apa? Aku, aku, tidak mengerti mimpi itu. Aku tidak mau tidur. Tolong dekap
aku Okaa-san!” Aku terbangun dan sangat
ketakutan akan mimpi yang tadi kualami.
“Tidak
apa-apa, Okaa-san sudah di sini. Tadi
kau tidur pulas sekali, sampai-sampai tidak tega yang mau membangunkanmu. Tapi,
Okaa-san lihat tiba-tiba raut wajahmu
menjadi gelisah, akhirnya Okaa-san
membangunkanmu.” Ibuku berkata dengan raut wajah seperti membunyikan sesuatu.
“Aku
bermimpi buruk, Okaa-san, sangat
buruk. Aku tidak mau menceritakannya.”
“Baiklah,
sudah cukup. Tidurlah di pangkuan Okaa-san.”
Dan akhirnya, aku tertidur pulas di pangkuan ibuku.
______________________________
16. Aku pulang
17. Halo
•••
Seperti biasa
sehabis hujan turun, langit akan terlihat cerah.
“Ohayo, Okaa-san! Aku berangkat!”
“Rei!
Sepulang sekolah, bisakah kau ikut Ibu sebentar ke suatu tempat? Ada sesuatu
yang mau Ibu tunjukkan.” Ibuku berkata.
“Er...
Kemana? Baiklah, Okaa-san! Jaa nee18, Ittekimashu!
“Nanti kau
akan tahu. Hati-hati Rei!”
Kulewati
jalan setapak demi setapak sambil bernyanyi ria. Aku sudah tak ingin mengingat
mimpi semalam. Hal itu membuat pikiranku sakit. Aku akan terus ceria dan
semangat seperti biasanya.
Hari
ini harus penuh berenergi. Karena hari ini, hari yang sangat cerah dan bagus.
•••
Aku berjalan
di koridor sekolah meunuju ruang kelasku yang terasa jauh. Maklumlah sekolahnya
luas, sedangkan kelasku terletak agak ke belakang.
“Rei!
Pagi yang cerah bukan?” Yui menepuk pundakku dari arah belakang.
“Aku
setuju denganmu, Kawan! Ah ya, Yui-chan...?”
“Iya,
ada apa Rei?”
“Kau
ikut ekstrakurikuler apa saja?”
“Aku,
hanya ikut ekskul menari.”
“Benarkah?
Tidak ada yang lain? Basket, musik, sastra?” Aku terus bertanya.
“Ya, benar. Ah,
kau pasti ikut ketiganya? Aku tidak pandai membagi waktu Rei. Menari pun, karena
paksaan Ibuku. Sebenarnya, aku ingin masuk... Ah, Sastra! Kau memilihnya? Kau
belum pernah dengar?” Yui terlihat gembira.
“Mendengar
apa?” Rei tak kalah gembira berharap akan mendapat sesuatu yang mengejutkan.
“Hebat sekali
kau mengikuti sastra! Kau tahu? Klub Sastra sekolah kita sudah 3 kali berturut-turut
menjuari lomba tingkat nasional Jepang. Aku lupa nama lembaga yang mengadakannya.
Mungkin kau bisa seperti para senpai19-senpai
kita.”
“Hah?
Hontouni20? Yui-chan tidak
sedang bercanda kan?”
“Tidak,
Rei!” Balas Yui.
“Sughooooi! Sughoooooi! Sughooooi! 3
kali berturut-turut? Menduduki peringkat pertama? Keren sekali para senpai kita.
“Bukan para senpai kita sendiri yang melakukannya.
Tapi, guru pembimbing yang membimbing mereka sangat luar biasa. Dan pada
dasarnya, para senpai kita memang
memiliki kemampuan untuk hal itu.”
“Setelah aku
masuk di klub Sastra, akan aku kerahkan semua usahaku. Aku akan terus berkarya
melalui klub ini. Dengan Haiku... dan
siapa tahu aku bisa belajar jenis puisi-puisi yang lain. Ah, senangnya...!”
“Kau... bisa
membuat Haiku? Bukankah Haiku itu puisi lama yang agak sulit untuk
dibuatnya?” Yui terkejut.
“Ah, memang.
Susah-susah gampang. Tapi, kalau aku sudah mempunyai ide untuk membuat Haiku, dengan senang hati aku akan
membuatnya.” Senyumku mengembang.
“Berjuanglah
Rei-chan! Aku akan selalu
mendukungmu. Teruslah berkarya!” Yui menyemangatiku.
“Pasti
Yui-chan... Arigato21 nee,...”
_______________________________
18.
Sampai
jumpa
19. Senior
20. Benarkah?
21.
Terimakasih
Pelajaran
dimulai dan berakhir seperti hari sebelumnya. Aku juga sudah diterima di klub
Basket, Musik maupun klub Sastra. Mereka menerimaku dengan senang hati. Youkatta22!
Bel berbunyi
panjang tanda waktu kegiatan pembelajaran telah usai. Aku ingat pesan ibuku.
Jadi aku langsung pulang ke rumah secepatnya tanpa menyita banyak waktu.
“Tadaima, Okaa-san........!” teriakku
dari halam rumah.
“Kau
sudah pulang? Issho23!”
Ibu berucap sambil menggandeng tanganku.
“Kita
mau kemana Okaa-san?” kulontarkan pertanyaan
pada ibu.
“Kau
akan tahu...”
Aku tambah
yakin, Ibu memang sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Ada sekumpulan firasat
tak enak yang membuncah di dadaku. Tapi, aku harus berpositif thinking dulu.
Setelah berjalan dengan waktu yang cukup lama, kami sampai di tempat yang tak
asing. Tempat itu bertuliskan “Noukotsudou” yang artinya Pemakaman. Hatiku mulai
bergeming. Pikiranku mulai kacau. Keduanya sama-sama bekerja namun tak sinkron.
“Ayahmu meninggal kemarin siang...”
Suara Ibu serasa membunuhku.
“Ap...pa?! Ok...kaa...saan?
Ini bohong kan?” mulutku terbata-bata.
“Tidak, Ibu tidak berbohong. Dia meninggal karena tekanan
darah tingginya sudah melampaui batas. Dia tertekan karena proyek terakhirnya
gagal. Ayahmu sempat dilarikan ke rumah sakit lalu langsung diterbangkan ke Yokohama.
Ibu sangat menyesal karena tidak memberitahumu tadi malam. Ibu sungguh berdosa
kepadamu. Karena Ibu tahu, kau akan sangat putus asa dan keceriaanmu akan
hilang. Kemarin siang Ibu sudah tak sanggup untuk berdiri. Lalu Ayahmu ternyata
menulis di buku hariannya. Setelah membaca buku harian Ayahmu yang diberikan
oleh sekertarisnya, Ibu berusaha 100% untuk tetap tegar di hadapanmu.
Ini,
bacalah Rei...” menyodorkan surat sambil terus menangis.
Aku terus memikirkan kalian,
putriku satu-satunya yang selalu ceria dan pengarang Haiku yang hebat dan putraku
Setsu yang selalu ku banggakan. Kalian adalah penyemangat dalam setiap
pekerjaan yang ku lakukan. Aku akan mengajari Rei trik-trik membuat Haiku yang
lebih pro. Setelah selesai, kami akan membacakannya tepat di saat ulang tahun
istriku, Aida yang ke 45 tahun. Ah, jarang-jarang aku menulis di buku harian.
Aku berharap, di sana... Keluargaku terus mendoakanku. Agar aku bisa cepat
pulang.
Rei sayang, tiba-tiba ayah
merindukanmu. Sehari semalam Otou-san tidak melihat wajah periangmu. Bagaimana
kabarmu? Tetap ceria seperti biasanya, bukan? Otou-san selalu mengajarimu.
Setiap masalah datang, hadapilah dengan ikhlas dan senyuman. Kau akan merasa
lebih baik dari padi menangis. Tapi, jika kau ingin menangis, mengangislah.
Karena semua yang terjadi pasti ada maksud dan tujuannya. Kau adalah putriku
Rei, Putri Dai Matsuoka.
Ah ya... Bagaimana Otou-san mengatakannya
nanti? Proyek yang Otou-san janjikan akan selesai selama 2 minggu ini ternyata
gagal. Percobaan ini sudah yang ketiga kalinya. Jika percobaan yang keempat
kalinya gagal, ayah tidak akan bekerja di perusahaan lagi. Otou-san harap
sekarang Rei tidak lagi mengenal kata menyerah dan selalu bersemangat mengejar
impianmu, seperti apa yang ayahmu lakukan ini. Ayah tidak akan menyerah sampai
proyek ini selesai. Ore wa, Ganbarimasu! (Aku tidak akan menyerah!).
Ayah beruntung mempunyai Ibumu
seorang Cheff pembuat roti yang handal. Ibumu juga sudah membuka toko meski
tidak terlalu besar. Tapi otou-san yakin, pasti rasa rotinya tetap yang
terlezat di dunia. Aku belum mencicipinya semenjak kita pindah ke Kobe. Ketika
sudah pulang ke rumah, Otou-san janji akan langsung memakan roti buatan Aida, Ibumu.
Otou-san sudah tak sabar. –Ni gatsu
Nanoka (Februari, 07).
______________________________
22. Syukurlah
23. Ayo!
Buku harian itu langsung ku tutup.
“Okaa-san, Arigato, nee!
Aku tidak akan menangis lagi. Isi diary Otou-san
seperti surat untukku. Sepertinya Otou-san
merasakan bahwa ajalnya memang sudah dekat, Okaa-san.
Menangis seperti ini bukanlah hal yang diinginkan Otou-san. Beliau mau kita tetap seperti biasanya. Menjalani hidup
seperti biasanya meskipun tanpa Otou-san.
Aku tidak akan menangis lagi Okaa-san,
bagaimana dengan Okaa-san...?” Aku
berusaha tegar.
“Rei...” Ibuku berucap.
“Di sini, meskipun bukan makam Otou-san, meskipun Otou-san
berada di Yokohama, meskipun ini terjadi dengan begitu cepat, meskipun banyak
janji yang belum Otou-san tepati,
meskipun masih banyak hal yang ingin kubicarakan dan kurencakan dengan Otou-san, aku akan terus berdo’a
untuknya. Aku mengerti kenapa Okaa-san
membawaku ke sini. Tapi, aku sudah berumur 14 tahun. Aku bukanlah anak yang
cengeng lagi Okaa-san...”
“Rei... Kau...?” Raut wajahnya bingung akan sikapku.
“Issho ni kaerimasen24
Okaa-san!” Senyumku mulai kembali
“Kau memang putriku Rei, Okaa-san
menyayangimu.”
“Wakarimashita25.
Setsu nii-san26 pasti
sudah tahu tentang kabar Ayah, bukan?”
“Ya, dia sudah tahu Rei. Kakakmu akan pulang ketika liburan
musim dingin. Untuk sekarang, terlalu tidak mungkin untuknya pulang ke Kobe.
Dia menjadi asisten dosen. Kau harus menjadi orang yang lebih hebat dan berguna
bagi orang-orang, Rei...!”
Kami berjalan pulang. Hari yang ku awali dengan penuh energi,
harus ku akui. Akhir dari hari ini sungguh menyiksa. Tidak akan pernah bertemu
lagi dengan orang yang sangat dicintaidi dunia ini, seperti orang mati yang
menjalani kehidupan. Terasa ada kekosongan dalam hidupku untuk kedepannya. Mimpi
yang aku alami sebelumnya ternyata berarti seperti ini. Sebelumnya aku sudah
berfirasat, tapi aku terlalu yakin kepada Otou-san.
Aku sudah tak bisa melihat senyumnya meskipun aku yakin, bahwa Otou-san berada di sampingku. Aku akan
menyeka air mata ini dihadapan Okaa-san.
Aku akan menjadi putri yang kuat bagi mereka. Tapi, satu yang aku
sesalkan......
Otou-san belum sempat melihatku membuat Haiku terbaikku dan meraih
kemenangan dalam kompetisi selanjutnya...
•••
Di hari-hari berikurnya, aku terus tekun menjalani kehidupan
sekolahku. Aku terus belajar dan saling share dengan Yui-chan, dan teman-teman basketku Haru dan Takumi. Mereka berdua
sangat hebat. Bisa dibilang, meski mereka di kelas yang sama denganku, mereka
sudah seperti senpaiku. Basket lelaki memang hebat. Semuanya mengajariku banyak
hal dan membuat hariku-hariku menjadi lebih berwarna sekali. Aku makin yakin
bahwa Otou-san memang berada di
sampingku untuk menyemangatiku, meski ia tak hadir secara kasat mata.
“Rei-chaaaan!
Rei.....!” Takumi berlari sambil memegang bola basket.
“Iya, ada apa Takumi?”
“ Kau tidak dengar? Kau ikut klub Sastra, bukan?”
“Ya, Nande28?”
________________________________
24. Ayo kita pulang!
25. Aku tahu
26. Nii-san adalah bahasa
Jepang untuk panggilan Kakak laki-laki
27. Kenapa?
“Kau pernah cerita, bahwa kau sangat menyukai Haiku, bukan?”
“Ya. Takumi benar sekali. Ada apa? Cepatlah!”
“Sekarang sudah pertengahan musim, klub Sastra akan membuka
penyeleksian lomba di masing-masing bidangnya, dan aku dengar mereka mengadakan
lomba di bidang Haiku. 3 besar diantara meraka yang lolos di babak penyisihan
akan lolos ke babak selanjutnya, dan dikirim ke tingkat Nasional.”
“Wah... Sughoi! Sughoi! Aku baru dengar. Terimakasih
Takumi-kun... Tapi, eh, tunggu! Eto, bagaimana kau bisa tahu? Aku saja sebagai
anggota klub Sastra tidak mendengar apapun. Tapi, Takumi-kun...?
“Aku tahu karena klub Sastra berdekatan dengan lapangan indoor klub Basket, kau lupa? Dasar, kau
Rei-chan!”
“Ah, kau benar sekali!
Apa yang harus ku lakukan Takumi-kun?
Aku sangat bahagia sekali. Kyaaaaa~”
“Berjuanglah Rei-chan!
Aku yakin, kau mampu melakukannya!”
“Takumi-kun... kau
memang baik. Baiklah, do’akan aku. Tapi, dimana Haru-kun?”
“Dia mungkin di ruang ganti basket. Aku akan kembali.
Berjuanglah Rei-chan!” Takumi berlari
meninggalkanku.
“Hai’!29
Watashi wa Ganbarimasu30 Takumi-kun!”
•••
Aku
menceritakannya kepada Yui-chan. Yui-chan senang aku sudah kembali 100% pada
diriku yang semula. Dia juga senang mendengar aku akan mengikuti penyisihan
lomba mengarang Haiku. Dan dia
senang, bahwa dia akan menjadi lawanku.
“Oro..., Yui-chan juga ikut? Bukannya kau bilang tidak tertarik?” Aku terkejut.
“Aku memang
tidak tertarik. Tapi aku bisa membuat Haiku.
Selain anggota klub, setiap ketua kelas wajib mengikuti lomba yang diadakan dalam
sebuah klub. Kau tidak meremehkanku bukan?”
“Ya? Mana
mungkin aku meremehkanmu! Aku akan bersaing denganmu Yui-chan...”
“Baikhlah!
Sudah diputuskan, aku akan bersaing denganmu Rei-chan!”
“Watashi mo!31”
Sepertinya, lomba kali ini akan menjadi lebih menarik. Aku
akan bersaing dengan sahabatku dan para ketua kelas yang ada di sekolah ini.
Otou-san, tidakkah kau melihatku... Inilah kesempatanku untuk maju ke
kesempatan berikutnya, do’akan aku Otou-san...
•••
Hari penyisihan
pun datang...
Aku memasuki
ruangan klub Sastra yang sudah tak asing lagi bagiku. Yui bersama di sampingku.
Kami duduk berdampingan. Panitia sudah membacakan peraturannya. Hanya membuat Haiku sebaik mungkin dengan
memperhatikan unsur-unsur dari Haiku
sendiri. Dan, setiap Haiku harus
memiliki makna yang dalam.
“Ah, Rei-chan... Aku tidak yakin, sepertinya aku
akan kalah darimu. Aku tidak sehebat dirimu.”
“Belum tentu
Yui-chan. Aku tidak akan membiarkanmu
menyerah.”
“Rei-chan...”
_______________________________
28. Baik
29. Aku akan berusaha!
30. Aku juga!
Penyisihan dimulai...
Pesertanya
hanya ada 47 orang. Setelah dimulai, semuanya terdengar lebih sunyi. Hanya
bunyi jam dinding yang terdengar berdetak. Waktu pun terus berlalu. Aku
tuangkan kisahku sejak pindah ke Kobe dalam Haiku
tersebut, ku buat dengan ketulusan hati. Dan ku rasa, Haiku kali ini adalah Haiku
terbaik yang pernah kubuat.
Dan waktu
berakhir, pengumuman akan diberitahukan 2 jam berikutnya di mading klub Sastra.
“Kita
ke kantin Rei-chan?”
“Ayo,
Yui-chan...!”
Seusai dari
kantin dan berjalan-jalan di daerah setempat, 2 jam telah berlalu. Kami kembali
ke sekolah untuk melihat hasilnya.
“Yui!
Rei!” Haru dan Takumi berjalan ke arah kami.
“Takumi-kun, Haru-kun! Ada apa?” Teriakku bersama Yui.
“Rei!
maaf, ternyata kau... tidak berhasil untuk tidak lolos” Haru dengan wajah
merengut.
“Eto.....?”
Aku masih bingung.
“Aku
tidak menyesal kau tidak berhasil untuk tidak lolos Rei-chan...” tambah Takumi.
“Ahahaha,
selamat kau lolos Rei-chan! Kau masuk
tiga besar!”
“Na... na... nani32? Hontouni? Aku tidak percaya. Aku akan
melihatnya sendiri.” Aku berlari menuju mading klub Sastra, dan ternyata aku
benar-benar lolos. Aku ada di urutan ke-2.
No.
01 Rin Misaki kelas IX 3, No. 02 Rei
Matsuoka kelas VIII 1, No. 03 Riko Atsushi
kelas
IX 1.
#Keterangan:
Kepada
para anggota 3 besar yang lolos, diharap berkumpul besok, Rabu 12 April di
ruangan klub Sastra untuk Technical
Meeting pada pukul 01.00 siang.
Yui,
Haru dan Takumi menyusulku dan mereka gembira dengan hasil yang aku dapat.
Siang itu, menjadi siang yang sangat berarti di bulan April.
Aku sampai di
rumah, hendak menceritakan lomba yang kumenangkan kepada Okaa-san, tapi Okaa-san
sedang menerima telepon. Ternyata Kak Setsu sakit mendadak dan dia pulang ke
Yokohama. Kami langsung pergi ke Bandara Internasional Osaka menuju Yokohama.
Keadaannya sangat gawat, aku meninggalkan Kobe untuk pertama kalinya.
•••
Keesokan
harinya....
“Takumi, kau
tidak tahu dimana Rei-chan?”
“Ah, tidak.
Kenapa? Tidakkah dia ada technical
meeting siang ini?”
“Justru
karena itu aku bertanya. Hari ini Rei tidak masuk sekolah. Tidak ada keterangan
tentang alasan kenapa ia tak masuk sekolah. Apa yang harus ku lakukan, Takumi?”
“Apa? Lebih
baik kau gantikan saja dia dulu. Yui kau katakan saja hal sebenarnya kepada
panitia nanti!”
“Baiklah
Takumi-kun. Aku berangkat.”
“Ya, Yui-chan!”
•••
Musim gugur
telah menimpa Yokohama. Syukurlah akhirnya kakakku sudah agak membaik setelah
perawatan di rumah sakit. Dia hanya kelelahan sampai-sampai mengalami Hepatitis
B. Sudah 2 hari aku tidak masuk sekolah. Aku juga memikirkan bagaimana jika aku
tidak menghadiri tehnichal meeting itu. Aku kembali ke Kobe Kamis sore.
Waktu terus
berlalu begitu cepat. Rabu dan Kamis sudah berganti menjadi Jum’at. Aku
berangkat ke sekolah seperti biasanya. Aku memang terlahir dengan kepekaan
terhadap lingkungan sekitarku. Aku merasakan firasat tak enak hari ini. Setelah
aku sampai di gerbang seolah SMP Yamate, Rasanya ada berita buruk yang akan ku
dengar. Dan benar saja...
Dua orang
siswi lewat dengan pembicaraan “Pemenang dari lomba di klub Sastra akan
berangkat besok menuju tempat perlombaan. Ku dengar ada salah satu anggota yang
di ganti. Mereka sangat hebat. Semoga saja, tahun ini sekolah kita juga
mendapatkan juara Nasional lagi.”
Apa? Besok? Benarkah?
Padahal aku belum tahu seperti apa tentang technical meetingnya. Sebaiknya aku
ke klub Sastra.
Aku berlari menuju klub Sastra.
“Senpai...? Moshi-moshi...?”
“Ah kau Rei.
Kemana saja kau 2 hari ini? Kau belum dengar beritanya? Ozura-san menggantikanmu untuk perlombaan
besok.”
“Apa?! Kenapa
bisa? Aku tidak masuk karena aku kembali ke Yokohama dalam keadaan darurat Senpai, kakakku sakit. Ibuku sudah
menelpon ke sekolah aku rasa. Aku tidak percaya. Tapi, kenapa di ganti? Memang
bisa seperti itu? Dan bagaimana Yui-chan...?”
“Apa? Rei-chan... aku minta maaf. Aku sangat
menyesal sudah mengatakannya. Mengenai penggantian itu, bisa saja terjadi jika Sensei Pembimbing yang melakukannya. Pada
saat Technical meeting, Ozura-san yang datang untuk mengizinkanmu.
Tapi, karena saat itu guru pembimbing juga hadir, jadi sebagai gantinya... Emh,
aku akan hubungi beliau lagi bahwa kau sudah kembali.”
“Dimana Sensei? Aku sendiri yang akan menemui
dan bicara kepada beliau.”
“Sensei dan para anggota 3 besar sudah
berangkat ke tempat penginapan lomba berikutnya. Mungkin ada di hotel kota
sebelah. Bagaimana Rei-chan?”
“Apa? Tidak
mungkin. Ini tidak adil Senpai! Aku
tidak terima ini terjadi. Ini semua adalah kesalah pahaman.”
“Rei-chan....”
Saat itu aku
berlari sambil menangis dengan memegang dadaku yang terasa teramat sakit.
Semuanya hancur dan ini sudah terlambat. Aku kecewa dan aku menyerah. Ini
pertama kalinya, aku mengalami moment seperti ini.
Aku berjalan
gontai tak tentu arah, karena Jum’at jadwalnya bebas, jadi tidak ada kegiatan
belajar mengajar yang berlangsung di kelasku. Dan pada akhirnya, Aku sampai di
depan lapangan basket terbuka dimana pohon sakura simbol SMP Yamate berada. Di
bawah pohon sakura kulihat awan, lalu kurasakan bunga sakura yang mulai
berguguran. Semilir angin membawa beberapa bunga sakura yang berjatuhan
menjauh.
“Di sini kau
rupanya nona periang, Rei Matsuoka! Yo!”
Haru membuyarkan lamunanku.
“Ah, ya.
Haru....kun.” Suaraku parau.
“Tidak
seperti biasanya kau nona periang. Ah, jangan-jangan karena hal itu. Aku sudah
mendengarnya dari Yui. Dia bilang dia menyesal. Awalnya dia ingin menolak.
Tapi, tak ada alasan untuk menolak apa yang diperintahkan guru pembimbing klub
Sastra. Kau baik-baik saja Rei?”
“Tidak...”
“Hei, aku
tidak senang kau tak seperti biasanya. Sikapmu hari ini membuat pohon sakura seperti
menggugurkan bunganya begitu cepat. Ayolah! Kembali seperti biasanya. Mau
bernyanyi bersama?”
“Diam kau! Aku
tidak masuk sekolah karena kakakku menderita Hepatitis B. Dan ini sangat
darurat hingga aku dan ibuku kembali ke Yokohama dengan mendadak. Bagaimana
bisa kau berkata seperti itu Haru-kun!?
Tidakkah kau tahu bagaimana rasanya kecewa? Ini untuk pertama kalinya aku
merasa kecewa. Ini baru pertama kalinya aku jatuh dan lama untuk bangkit. Ini
untuk pertama kalinya aku tidak bisa berpositif
thinking.” Aku bicara sambil terisak.
“Rei...
sudahlah! Bersabarlah dengan kenyataan ini. Mau bagaimana lagi? Hidup ini bukan
lari 100 meter. Hidup ini marathon sepanjang puluhan tahun. Kalah hari ini,
bukanlah masalah besar. Kemenangan besar selalu ada untuk yang sabar. Kau tak
usah kecewa sampai segitunya. Ini bukanlah akhir dari segalanya!” Haru menasehatiku.
“Dia benar
Rei-chan...!” Takumi menepuk
kepalaku. Ternyata, dia sudah di balik pohon sedari tadi aku menangis.
“Takumi-kun....”
“Sudahlah
berhenti menangis. Kau terlihat jelek seperti itu.” Takumi mencoba menghibur.
“Aku,
masih tidak bisa berhenti. Dadaku sakit” Aku menunduk mengusap air mata.
“Kau
menyukainya Takumi?” ejek Haru.
“Ya.
Sangat menyukainya.” Takumi tersenyum sangat manis.
“Apa!?”
Aku dan Haru terkejut.
“Aku sangat
menyukaimu sebagai teman yang selalu ceria dan semangat seperti biasanya. Tekad
dan semangatmu adalah yang paling besar di antara kita.”
“Takumi-kun... Haru-kun...” Rei terharu dan mulai tersenyum.
“Apa
kau membenci Yui setelah ini?” Haru tiba-tiba bertanya.
“Benci?
Tidak. Ini bukan salah Yui. Pertama ini salahku. Dan mungkin ini bukan kehendak
Yang Maha Kuasa untukku kali ini. Aku bukan tipe gadis pendendam. Yah,
bagaimanapun, ini sudah terjadi.”
“Yap!
Sudah diputuskan! Mau bermain basket bersama?” Takumi bertanya.
Sekali lagi aku menangis
untuk kebahagiaan ini karena mereka selalu hadir dalam senang dan sedihku.
“Yeah... Ah, Haru-kun... ajari aku Lay up
hari ini, onegai!”
“Baiklah!
Ayo Rei!” Ajak Haru menuju lapangan.
“Rei-chan! Mari lupakan semua ini! Mari
bersenang-senang dengan bermain basket!” Takumi mendahuluiku menuju lapangan.
“Arigato Takumi-kun! Kau baik sekali. Sekali lagi Arigato...”
Kami
bermain basket di lapangan terbuka pagi itu. Sangat menyenangkan...
•••
Hidup itu seperti roda yang berputar. Dalam menjalani
sesuatu, tidak semuanya berjalan seperti apa yang kita inginkan. Hanya saja,
lakukanlah dengan sepenuh hati, semaksimal mungkin dan penuh semangat. Hadapi
masalah dengan hati yang mantap dan senyuman. Ganbatte yo!?
Yui-chan... Semoga kau berhasil! Aku berharap padamu. Aku
tidak akan membencimu. Aku harap, setelah kita bertemu kembali, hubungan kita
akan menjadi lebih baik. Aku menunggumu membawa kemenangan.
Otou-san, kali ini... aku belum bisa membawa Haiku terbaikku
ke perlombaan berikutnya. Mungkin lain kali. Di lain waktu dan di lain tempat.
Tapi, aku sudah berusaha semaksimal mungkin. Jadi, aku tidak akan
berlarut-larut dalam kesedihan. Aku harap Otou-san melihat semangatku yang tak
akan pernah padam dan keceriaan yang selalu menghiasi wajahku.
Terimakasih untuk orang-orang yang ada di dekatku. Aku
menyayangi kalian...
~FIN~