Dengan segenap hati, dia berlari. Berlari
dengan penuh semangat yang tak mungkin dimiliki oleh orang lain. Kehidupannya
sederhana, sesederhana orang kebanyakan. Dengan niat yang sungguh-sungguh,
Kumiko lulus dari SMP Tonan dan mengejar impiannya di SMA Shiro, sekolah khusus
sastra yang cukup terkenal di Kyoto. Kumiko adalah seorang gadis yang sangat
ceria dan merasa hal yang tak ia bisa sebagai tantangan dengan tujuan agar
lebih berkembang. Bisa dibilang, gadis yang terlalu naif akan sesuatu.
Upacara penyambutan siswa baru SMA Shiro
dimulai pagi sekali dengan acara yang cukup meriah. Acara penyambutan
dilaksanakan di Aula SMA Shiro yang besar. Seperti biasa, Kumiko selalu
bersemangat seperti hari-hari biasanya untuk menghadapi hari pertamanya di SMA
Shiro sebagai siswa resmi SMA Shiro. Senyum selalu mengembang di bibirnya.
Keceriaan yang selalu menghiasi wajah manisnya menjadi ciri khas tersendiri
dari seorang Kumiko. Gadis kelas satu itu berhasil mendapat banyak teman baik
di sekitarnya.
Ishikawa, gadis berperangai manis namun sangat
cerewet mengajak Kumiko berjabat tangan. “Hajimimashite. Aku Ishikawa
Himura. Dan, kau?”
“Aku Kumiko Nanase, yoroushiku nee!”
Kumiko dengan senyumnya yang khas menerima jabatan tangan Ishikawa.
“Miko-chan, kau dari daerah mana? SMP
mana? Di SMA Shiro kau ambil jurusan apa? Sudah daftar asrama? Sepertinya bersekolah
di sini akan sangat menyenangkan!” Tiba-tiba Ishikawa merangkul lengan Kumiko
dan mengajaknya berjalan.
“Nani? Aku akan harus menjawab dari mana
Ishi-chan? Baiklah. Jawaban dari pertanyaan pertama, aku dari Osaka, lulusan
SMP Tonan dan di sini, aku ambil Sastra Jepang.” Kumiko berjeda sejenak seraya
memikirkan sesuatu. “Ah! Kau benar sekali Ishi-chan! Asrama! Aku sama
sekali belum mendaftarkannya. Bisakah kau menemaniku ke sana?” Kumiko tak kalah
semangat menjawab pertanyaan Ishikawa.
“Tentu saja. Jangan kau ceritakan secara detail
tentangmu sekarang. Karena sepertinya kita akan menjadi teman yang sangat dekat.
Benarkan, Miko-chan?” Ajak Ishikawa dengan akrab.
“Yosh!” Jawab Kumiko tersenyum.
Mereka berdua
berjalan menuju asrama yang akan mereka tinggali selama di SMA Shiro. Mengurus
semua pendaftaran dan biayanya. Dan entah ini kebetulan atau memang takdir,
mereka mendapatkan kamar yang sama. Itu karna Ishikawa yang memang belum
mempunyai teman sekamar.
Hari-hari berlalu begitu saja. Kegiatan sekolah
yang Kumiko lalui sungguh amat menyenangkan. Dan sepertinya Kumiko dan Ishikawa
telah menjadi teman yang sangat akrab. Keduanya tak dapat terpisahkan. Setiap
harinya, Ishikawa seakan terus melekat pada Kumiko. Mereka selalu pergi ke sekolah
bersama, ke kantin bersama, kemanapun selalu bersama. Dimana ada Kumiko, maka
di situ ada Ishikawa.
“Miko-chan!” Teriak Ishikawa dari depan
kelas. Dia dengan cepat berlari ke arah Kumiko yang sedang duduk di bangkunya.
Tangan Ishikawa menggenggam selembar kertas yang diangkat tinggi-tinggi. “Miko-chan!”
Ishikawa dengan segera duduk di bangku yang ada di samping bangku Kumiko.
“Ya?” Kumiko mengalihkan fokusnya pada Ishikawa.
“Aku membawa brosur pendaftaran Olimpiade
Sastra Jepang. Kau mau ikut?” Tawar Ishikawa dengan semangat.
“Oh ya? Benarkah?” Tanya Kumiko tak percaya.
Dia dengan segera mengambil kertas yang sebelumnya berada di tangan Ishikawa,
dan sekarang, kertas itu telah berpindah ke tangannya.
“Ya, Miko-chan. Kau mau ikut kan?” Tanya
Ishikawa.
Kumiko menatap kertas yang ada di tangannya
dengan takjub. “Aku akan mengikutinya, Ishi-chan. Kau juga akan mengikutinya?”
Ishikawa menganggukkan kepalanya dengan
semangat. “Aku pasti ikut. Tapi.. perlombaan
khusus apa yang akan kamu ikuti?”
Kumiko menatap Ishikawa dengan bingung. “Maksudnya?”
“He-em.” Ishikawa menganggukkan kepalanya. “Aku
akan mengikuti perlombaan khusus untuk cerita fiksi. Sedangkan kau?”
“Ah!” Kumiko kini mulai mengerti maksud
Ishikawa. “Sepertinya aku akan mengambil Puisi saja.”
“Puisi?”
“Ya, Ishi-chan.” Kumiko meyakinkan
jawabannya. “Aku ingin meluapkan perasaanku di dalam puisi. Dalam kata-kata
sederhana tapi bermakna dalam.”
“Aih.. Ternyata Kumiko-chan sangat
puitis.” Ishikawa terkikik geli. “Aku ingin meluapkan perasaanku di dalam
puisi. Dalam kata-kata sederhana tapi bermakna dalam.” Ishikawa mengulangi
kata-kata Kumiko dengan nada berlebihan. Dia kemudian tertawa dengan lepasnya.
“Aish.. Ishi-chan!” Sentak Kumiko.
“Jangan menggodaku!” Dia kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
“Hahaha..” Ishikawa masih terus saja tertawa.
“Kau lucu sekali, Miko-chan!”
●●●
“Kau sedang apa, Miko-chan?” Suara
Ishikawa terdengar di penjuru kamar. Dia menutup pintu yang ada di belakangnya.
Dia kemudian beranjak meghampiri Kumiko yang ada di tempat tidur miliknya.
Kumiko mendongakkan kepalanya. “Eh? Ishi-chan?!”
Dia terlihat kaget.
“Kau sedang apa, Miko-chan?” Ishikawa
mengulangi pertanyaannya.
“Eh? Aku sedang membuat puisi.”
“Puisi?” Ishikawa duduk di samping Kumiko.
“Untuk Olimpiade Sastra Jepang?”
“Ya.” Kumiko berjeda. Dia kemudian melanjutkan
perkataanya. “Kau tidak mempersiapkan cerita fiksi untuk perlombaan nanti?”
“Ah, iya. Aku masih belum mempunyai ide.”
“Memangnya ada tema khusus?”
“Iya. Dan aku masih belum mempunyai gambaran
tentang jalan ceritanya.” Ishikawa menghela napas. “Sepertinya sekarang aku
akan jalan-jalan keliling kota untuk mencari ide. Kau mau ikut denganku?”
“Sepertinya tidak. Aku akan mencari ide di
taman asrama saja.”
“Ooh. Baiklah.” Ishikawa beranjak. Dia mengambil
tas yang ada di rak miliknya. “Ittekimashu, Miko-chan!” Teriak
Ishikawa dengan semangat. Gadis itu menghilang di balik pintu yang kini
tertutup.
●●●
Kumiko menghela napas. Dia beranjak dari bangku
taman yang ada di taman asramanya. Dia berjalan menuju pintu masuk asramanya.
Tak ada sedikitpun ide yang melintas di pikiranya. Kata-kata yang ia tuangkan
dalam tulisannya kurang memuaskan dirinya. Kata-katanya seakan hambar, tanpa
rasa sedikitpun. Dan akhirnya, dia lebih memilih untuk kembali ke asramanya
karna awan telah menampakkan mega kemerahannya.
Baru beberapa langkah Kumiko berjalan dari
pintu masuk, suara langkah kaki terdengar. Dia berbalik. Dilihatnya Ishikawa
yang baru saja masuk ke dalam asrama. “Ishikawa-chan!” Panggil Kumiko.
“Ah! Miko-chan!” Ishikawa berjalan
dengan cepat menuju tempat Kumiko berada.
“Baru pulang, Ishi-chan?” tanya Kumiko.
Dia dan Ishikawa kemudian berjalan bersama menuju kamar mereka.
“Ya, Miko-chan.” Ishikawa menjawab
pertanyaan Kumiko. “Baru kembali dari taman asrama?”
“Ya.” Jawab Kumiko. “Aku masih belum mempunyai
ide untuk puisiku. Ah, jika seperti ini terus, maka aku tidak akan bisa lolos
di seleksi nanti.”
“Jangan bersedih, Miko-chan.” Ishikawa
berusaha menenangkan Kumiko. “Masih ada waktu satu minggu lagi sebelum seleksi.
Aku yakin kita akan lolos di seleksi nanti. Jadi, kita akan bisa mewakili
sekolah kita!” kata Ishikawa menggebu-gebu.
●●●
Hari-hari berlalu seperti biasanya. Tak ada hal
istimewa yang Kumiko dan Ishikawa lalui. Mereka sibuk mempersiapkan persiapan
mereka untuk seleksi perlombaan nanti. Kumiko dengan kata-kata sederhana namun
bermakna dalam. Sedangkan Ishikawa dengan rangkaian kalimat yang menggugah
perasaan.
Waktu seminggu yang mereka miliki kini sudah
tak tersisa. Keduanya kini sibuk dengan perannya masing-masing di dalam seleksi
perlombaan tersebut. Mereka mengerahkan seluruh imajinasi yang mereka miliki
untuk sebuah hasil yang mereka harapkan. Ah, tentu saja mereka ingin lulus di
tahap seleksi ini. Kemudian mereka akan menjadi wakil sekolah di Olimpiade
Sastra Jepang nanti. Tentu sangat membanggakan, bukan?
“Ishi-chan!” Teriak Kumiko saat
mendapati Ishikawa yang baru saja keluar dari ruang seleksi untuk cerita fiksi.
“Ah, Kumiko-chan!” Ishikawa berjalan
menghampri Kumiko yang duduk di sebuah bangku.
“Baru selesai?”Kumiko memulai pembicaraan.
“Ya.” Jawab Ishikawa singkat.
“Bagaimana? Yakin akan bisa lolos untuk seleksi
ini?” tanya Kumiko lagi.
“Entahlah, Miko-chan.” Ishikawa menghela
napas. “Aku tak yakin. Mungkin aku tak akan bisa lolos.”
“Jangan bersedih, Ishi-chan!” Kumiko
menyemangati. “Aku yakin kita akan lolos di tahap seleksi ini.”
“Tapi..”
Kumiko memotong perkataan Ishikawa. “Sudahlah,
Ishi-chan. Percaya padaku, okey?”
Ishikawa hanya mengangguk menganggapi perkataan
Kumiko.
●●●
Mendengar bahwa pemenang seleksi telah
diumumkan, Kumiko dan Ishikawa segera berjalan ke papan pengumuman.
“Ishi-chan, lihat!” Kumiko menunjuk ke
salah satu papan pengumuman. “Itu hasil seleksi untuk cerita fiksi!” Dengan
segera, Kumiko menarik tangan Ishikawa ke tempat yang dimaksudnya.
“Ishi-chan, lihat!” kata Kumiko dengan
bersemangat. “Nama Ishi-chan ada disana. Ah, Ishi-chan mendapat
juara dua. Berarti Ishi-chan masih bisa mewakili sekolah dalam Olimpiade
Sastra Jepang nanti.” Kumiko memeluk Ishikawa dengan erat. Mereka berpelukan di
tengah keramaian para peserta lain yang juga sedang melihat hasil seleksi.
Kini, hilang sudah raut sedih dan tak pecaya
diri dari wajah Ishikawa. “Baiklah. Ayo kita lihat hasil seleksi untuk puisi,
Miko-chan. Aku yakin kau juga memenangkannya.” Kini giliran Ishikawa
yang menarik tangan Kumiko.
Sesampainya di depan papan pengumuman untuk
hasil seleksi puisi, mereka segera menerobos masuk ke dalam kerumunan peserta
yang juga sedang melihat hasil pengumuman. “Ayo, Miko-chan! Ah, dimana
namamu?” Ishikawa terlihat mengamati satu persatu nama peserta yang tertera
dalam daftar.
“Miko-chan...” Ishikawa menoleh ke arah
Kumiko. Dilihatnya raut wajah Kumiko yang kini terlihat bersedih.
“Miko-chan...” Belum sempat Ishikawa
menyelesaikan perkataannya, Kumiko telah berbalik pergi. “Miko-chan!!!”
Ishikawa berteriak memanggil Kumiko yang telah berlari menjauh. Dirinya juga
ikut berlari menyusul Kumiko, tetapi tetap saja ia tak berhasil menyusul
Kumiko.
●●●
“Miko-chan...” Ishikawa berjalan
menghampiri Kumiko yang sedang duduk di atas kasur miliknya. Wajahnya masih
terlihat murung. Mungkin Kumiko masih merasa sangat sedih dengan hasil yang
didapatkannya. Ini pun sudah satu minggu berlalu sejak seleksi Olimpiade Sastra
Jepang itu, dan Kumiko masih belum mau berbicara kepadanya. Apakah Kumiko marah
padanya karna dirinya berhasil mewakili sekolah sedangkan Kumiko tidak?
“Miko-chan..” Kumiko memalingkan
wajahnya. “Kau marah padaku?” Tanya Ishikawa dengan sangat pelan.
“Apa kau marah karna aku berhasil mewakili
sekolah sedangkan kamu tidak?” Ishikawa bermonolog sendiri. Dirinya tak peduli
dengan Kumiko yang tak menggubris perkataannya.
“Sebegitu marahnya kah kau padaku, Miko-chan?”
Terdengar isakan kecil yang lolos dari mulut Ishikawa. “Apa kita akan menjauh
hanya karna hal sepele seperti ini, Miko-chan?!” Sentak Ishikawa yang
terlihat sudah tidak dapat lagi membendung perasaanya.
“Oh, aku tahu mungkin ini memang bukan masalah
sepele untukmu. Tapi... apakah hanya karna hal ini pertemanan kita tak akan
berlanjut lagi, Miko-chan?” Suara Ishikawa terdengar memelas. Dan
Kumiko, dia tak terlihat sedikitpun untuk memalingkan wajahnya kepada Ishikawa
yang kini telah terduduk di lantai, di samping tempat tidur Kumiko.
“Aku harus bagaimana, Miko-chan?” Isakan
terus terdengar di penjuru kamar itu. “Jawab aku, Miko-chan! Aku harus
bagaimana? Apa kau mau aku mundur dari perlombaan itu, hah?!”
Setelah teriakan penuh kesedihan yang di
lontarkan Ishikawa, tak ada lagi perkataan yang Ishikawa kembali katakan. Yang
ada hanyalah suara isakan tangis sarat akan kesedihan dari Ishikawa. Tetapi
kali ini berbeda, tak hanya Ishikawa yang menangis terisak-isak, sekarang juga
terdengar suara isakan lain yang terdengar. Itu suara isak tangis Kumiko.
“Baiklah.” Suara Ishikawa kembali terdengar
dari keterdiaman mereka yang dihiasi oleh isakan masing-masing. “Aku sudah
memutuskan. Mungkin aku.. aku akan mundur dari perlombaan itu.” Ishikawa
mengatakannya dengan tersendat-sendat karna tangisannya.
“Ya sudah, aku akan mencari guru pembimbing
olimpiade ini untuk mengutarakan keputusanku.”
“Ishikawa-chan...” Kumiko akhirnya
membuka suaranya yang sontak membuat langkah Ishikawa berhenti.
“Ya, Miko-chan?” Ishikawa berpaling
kepada Kumiko.
“Aku.. aku..” Tak dapat menuntaskan
perkataannya, Kumiko kembali menangis.
Ishikawa berjalan mendekat, menghampiri Kumiko
dan berniat untuk menenangkan temannya itu. “Ssh.. Jangan menangis, Miko-chan.”
Bisik Ishikawa menenangkan. “Aku akan melakukan apapun untuk pertemanan kita.”
“Ta-tapi, Ishi-chan.” Kumiko
tersendat-sendat dalam berbicara. “A-aku terlalu e-egois, Ishi-chan.
A-aku tak memperdulikan perasaanmu. Ma-maafkan aku, Ishi-chan.” Ucap
Kumiko di sela-sela tangisannya.
“Ssh.. Tak apa, Miko-chan. Mungkin ini
memang sudah takdirku.” Ishikawa terlihat masih berusaha menenangkan Kumiko
yang masih terus terisak. “Ya sudah, aku pergi dulu.”
“Tidak, Ishi-chan!” Kumiko berteriak.
Tangannya menahan lengan Ishikawa. “Jangan lakukan itu, Ishi-chan. Aku
tidak mau egois. Aku.. aku akan baik-baik saja.”
“A-apa?” Ishikawa tergagap.
“Ya, aku akan baik-baik saja, Ishi-chan.
Aku.. aku tidak masalah jika kau mengikuti perlombaan itu. Aku ikhlas, Ishi-chan.”
Ujar Kumiko lirih.
“Kau serius, Miko-chan?” Tanya Ishikawa
memastikan.
“Iya, Ishi-chan! Aku serius!” Melihat
senyum yang kini menghiasi wajah Kumiko, Ishikawa menghembuskan napas lega.
Sekarang dia yakin, bahwa permasalahan yang kini mereka hadapi sudah berakhir.
“Terima kasih, Miko-chan!” Teriak
Ishikawa senang. Mereka saling berpelukan.
“Aku telah bepikir, Ishi-chan.” Ishikawa
menatap Kumiko dengan bingung. “Aku masih memiliki kesemapatan di tahun
mendatang. Dan aku pastikan, aku akan memenangkannya!”
“Ya, Miko-chan. Aku yakin kau bisa
memenangkannya di tahun mendatang. Dan kita akan bisa bersama-sama mewakili
sekolah.” Ujar Ishikawa dengan semangat. “Sekali lagi terima kasih, Miko-chan.”
“Sama-sama, Ishi-chan. Tapi seharusnya
aku juga berterima kasih. Dengan kejadian ini, aku mendapat pengalaman dan
pelajaran baru. Terima kasih, Ishi-chan.”
“Sama-sama, Miko-chan.”
Sahabat.
Orang-orang yang tak dapat terpisahkan. Orang-orang yang akan melindungi satu
sama lain. Orang-orang yang akan saling menyayangi sampai kapan pun. Dan
sahabat, tak akan pernah ada akhirnya. Never the end~