RSS

Petualangan Kami

Teeeeeet . . . . . . . . .
          Bel pergantian jam pelajaran berbunyi. Hari ini hari yang cerah. Mendung untuk sementara bersembunyi di balik matahari. Pelajaran hari ini pun berjalan dengan lancar. Alhamdulillah, materi yang diberikan bapak ibu guru bisa masuk ke otak.
“Alhamdulillah ... waktu yang sudah ku tunggu-tunggu”. Gumamku sambil meapikan buku.
“Gak capek tah?”. Shofa bertanya.
“Jangan tanya. Ya, capek lah ...” Jawabku dengan wajah tersenyum.
“Tapi kok, kelihatannya kamu gak capek gitu? Sampek alismu bisa senyum gitu?” Tambahnya.
“Haha ...  Ya gak apa-apa. Mungkin karena hari ini pelajaran bisa aku bawa dengan rasa senang” Ucapku sambil merapikan seragam.
“Emh ... aku ngantuk. Bangunin aku kalo ibu sudah datang. Kepalaku agak pusing” Keluhnya sambil menata mukennah yang dia jadikan sebagai bantal.
“Ok!” Jawabku sambil membuka-buka buku tulis.
          Setelah beberapa detik kemudian, ternyata guru yang kami tunggu belum datang juga. Entah kemana gerangan ibu guru. Ketua kelas juga tidak ada di kelas. Mungkin, lagi nyari ibu guru.
“Shof! Shof! Bangun! Bangun!” Teriakku sambil menggoyangkan tubuhnya.
“Apa Nab? Ada Ibu?” Dengan separuh mata yang terbuka.
“Enggak ada kok. Hehe. Anu, ikut akut aku yook ke kamar mandi ...” ucapku dengan senyuman usil sambil memohon.
“Baaa ... !!! ajak yang lain! Kamu itu!” Shofa mengomel. Tapi, raut wajah dan suaranya lucu sekali.
“Enggak Fa ... Ayo, aku kebelet ...” Ajakku penuh permohonan
“Yawes, ayok kah!” Jawab Shofa yang akhirnya mau aku ajak.
          Berangkatlah aku dan Shofa menuju kamar mandi belakang AULA. Shofa dengan kantuk yang masih membekas di matanya, mengikutiku dari belakang. Karena jalannya yang sangat pelan, aku sempat tak memperhatikannya. Tanpa kusadari, Shofa masih tertinggal jauh. Aku sudah sampai di depan kantor, Shofa masih di depan kelas 8D.

“Astaghfirullah ... “ Keluhku sambil melihatnya dari jauh.
“Ayo Fa !!! ntar aku bisa ngompol” Teriakku.
“Dooo ... Iye rapah! Tunggu dulu, rokku ini sempit” Jawabnya mengomel.
Akhirnya sampai juga di kamar mandi yang kami tuju. Tapi, banyak siswa yang mengantri.
“Ah ......., gimana Shof .......?” Keluhku.
“Ayo nyari kamar mandi lain!” Ajaknya.
          Petualanganpun dimulai. Dari kamar mandi yang semula, kami melangkah menuju kamar mandi Musholla. Namun, apa daya. Ternyata di dalam kamar mandi tidak ada air dan gayungnya. Allahu Akbar. Tapi, kami belum menyerah. Kami menuju kamar mandi dekat kelas 7E. Tetapi, ternyata pintunya sudah disegel.
“Huwaaa ....!!! Shofa ...!!! gimana nich? Gak ada kamar mandi lagi. Aku kebelet” ucapku dengan nada pasrah.
“Doh ye Allah. Pas dimana kamar mandi yang bener?!” Jawabnya dengan nada mengomel.
“Kita coba kamar mandi deket kantor yok ...?” Ajakku
“Yeh ayok ...” Jawab Shofa
          Kami melanjutkan petualangan kami yang tak kunjung menemukan kamar mandi. Setelah kamar mandi terlihat dari jauh, niat kamipun bubar. Banyak anak cowok di sana. Kami pasrah. Dengan langkah gontai ... aku mengeluh “Aku gak tahan. Kemana lagi Fa? Mungkin ibu sudah ada di kelas” Sambil memegang perut dan duduk di kursi depan mading.
“Yawes, ayok ke kelas ...” Shofa juga sudah putus asa.
          Kami memutuskan untuk kembali ke kelas setelah melewati perjalanan panjang. Tidak ada yang berbicara diantara kami. Tapi, setelah sampai di depan kelas 8C, aku dan Shofa punya pikiran yang sama. “Kamar mandi deket kelas!!!” Teriak kami berdua. Ah iya-iya bener. Ternyata, hari ini keadaan kamar mandi tersebut baik-baik saja.
“Alhamdulillah ...” Gumamku. “Tunggu ya Shof ...”
“Ya” Jawabnya singkat.
Karena biasanya kamar mandi itu tidak terawat dan aromanya yang luar biasa, kami melewatinya begitu saja. Tapi, tidak disangka kalau kamar mandinya baik-baik saja.


          Petualangan hari ini adalah petualangan yang cukup melelahkan dan menguras energi. Dengan terik matahari yang menusuk. Setelah dari kamar mandi, kami kembali ke kelas. Dan ternyata, guru yang kami tunggu sudah ada di kelas.

Musim Semi di Bumi Kobe

Musim dingin telah berlalu. Pucuk-pucuk pohon sakura mulai bersemi. Gerimis membasahi bumi Kobe pagi ini. Meskipun gerimis hanya datang sebentar, awan telah berpendar indah ditemani sang mentari pagi.
“Ah langit sangat cerah sekali! Sughoi1, desu nee! Aoi sora to hikari2. Awannya bagus sekali Okaa-san3!” Sesampainya aku di halaman belakang rumah yang penuh dengan tanaman hijau.
“Cepatlah bersiap-siap Rei! Kau bisa terlambat. Otou-san4  tak bisa mengantarmu. Dia sudah ada di kantor. Hayakun5!” Ibuku berseru sambil menghidangkan sarapan.
Ohayo6, Okaa-san!” Jawabku sambil berlari ke kamar mandi.

Selang beberapa menit kemudian, aku sudah memakai seragam SMP Yamate, sekolahku yang sekarang. Berdiri di depan kaca, aku bergumam. “Bagus juga untuk kukenakan. Seragam yang bagus.” Senang sekali rasanya. “Ah, waktunya sarapan!”
Okaa-san!” Tersenyum, aku menyapa Ibuku yang masih berkelut di dapur.
“Sudahlah, cepat makan!”
Hai’! Itadakimashu7!
Kulahap masakan ibuku yang begitu lezat.

Nee, Okaa-san, aku sudah selesai. Masakan Okaa-san selalu menjadi awal yang luar biasa di setiap pagiku. Gochisousama deshita8!”
“Sudahlah... Okaa-san tahu. Dasar! Kau memang pandai berargumen.”
Okaa-san, Ittekimashu9! Cepatlah pulang setelah selesai dari toko. Aku akan menunggu Okaa-san di rumah. Daisuki10...!
Ya! Itterasshai11 Rei-chan! Hati-hati, jangan berlari! Daisuki dayo!”

Pagi ini tanpa ku sadari, suatu takdir akan terjadi. Semuanya akan berubah. Namun, hanya sifat keceriaan dan semangatku yang tak akan pernah berubah. Meskipun pada akhirnya juga akan padam untuk sementara waktu.
         
Nama lengkapku adalah Matsuoka Rei. Kalian bisa memanggilku Rei. Aku pindahan dari Yokohama. Karena pekerjaan ayahku, akhirnya kami sekeluarga harus pindah ke Kobe. Umurku 14 tahun. Ayahku bernama Dai Matsuoka seorang mekanika di perusahaan. Ibuku bernama Aida Horuka seorang Cheff roti. Aku mempunyai seorang kakak bernama Setsu Matsuoka. Dia sekarang berada di Kyodai, Kyoto. Aku harap kalian bisa membantuku dan berteman denganku. Jika aku melakukan kesalahan, tolong langsung katakan padaku. Arigato Gozaimashu (Terimakasih banyak). Hajimimashite! (Senang bertemu dengan kalian).

Setidaknya, begitulah perkenalanku di depan kelas baruku. Ketegangan terus bersamaku saat itu. Ku rasa, bahasaku terlalu formal. Ah, sudahlah. Lagi pula sudah kulakukan. Mereka terlihat normal-normal saja. Aku sangat yakin akan bisa akrab dengan mereka dalam waktu yang tidak lama.

______________________________

1.      Keren
2.     Langitnya begitu biru dan cerah
3.     Okaa-san adalah bahasa Jepang untuk panggilan Ibu
4.      Otou-san adalah bahasa Jepang untuk panggilan Ayah
5.     Cepat
6.     Selamat Pagi
7.      Ucapan ketika hendak makan/minum
8.     Ucapan ketika selesai makan/minum
9.     Aku berangkat
10.    Aku Menyayangimu/Aku Mencintaimu
11.     Silahkan berangkat


“Rei-san, aku akan mengajakmu berkeliling sekolah ini. Kepala sekolah menyuruhku  untuk menemanimu. Aku Yui Ozura, ketua kelas di kelas ini. Kau bisa memanggilku Yui.”
“Ah, kawaii12 desu nee! Baiklah Yui-san. Bimbinglah aku dan beritahu apapun mengenai sekolah ini, onegai13...” Rei memintanya dengan nada yang ceria, seperti biasanya.
Hai’! kita akan memulainya pada jam istirahat. Aku akan memanggilmu, Rei.”
Yossha Yui-san!”

Semangatku memang tak pernah pudar. Karena aku sedang bahagia sekali.

Bel istirahat berbunyi. Yui memenuhi tugas yang telah diamanahkan kepadanya. Dalam observasi sekolah ini, aku harus aktif bertanya tentang apa saja yang tidak aku ketahui dan apa yang aku bingungkan. Sekolah ini terlalu luas dan bangunannya juga bagus. Fasilitas di sekolah ini sudah lengkap. Hanya saja, kolam renangnya saja yang tak ada di sekolah ini. Bagaimana mungkin kolam terletak di sekolah Sastra? Pikiranku mulai aneh. Aku sudah kelelahan. Tapi tetap saja, semangatku terus terbakar.
Ketika sampai di samping Aula SMP Yamate, tiba-tiba aku berhenti.
“Yui-san, Chotto matte14! Pohon sakura ini indah sekali. Aku belum pernah melihat pohon sakura sebesar dan seindah ini. Rasanya, hidupku di dunia telah berubah menjadi pink.
“Haha, Rei kau lucu sekali. Ah benar, aku hampir lupa. Pohon ini adalah simbol dari SMP Yamate. Sudah 78 tahun pohon sakura ini tetap berdiri kokoh dan berbunga tiap musim semi. Ada sebagian siswa yang keheranan, bagaimana pohon sakura bisa tumbuh dan bertahan begitu lama. Biasanya kan hanya... “ Belum sempat Yui melanjutkan perkataannya....?
“Aku sungguh tak percaya. Bagaimana aku mengatakannya. Tolong potretkan aku di bawah pohon ini Yui-san! Ini kesan yang tak akan pernah aku lupakan saat masa-masa SMP. Aku sangat menyukai sekolah ini. Sungguh luar biasa. Udara di sini juga masih sangat asri. Aku bisa menghirup sebanyak-banyaknya. Aku bersyukur sudah terlahir di negeri ini.” Rei berputar-putar di bawah pohon sakura dengan riangnya.
“Ahahaha Rei, kau memang lucu. Apa yang membuatmu begitu ceria? Kau sangat aneh, tapi setelah bersama di dekatmu, rasanya aku juga merasa hidup. Kau semacam mengalirkan hawa keceriaan padaku. Terimakasih, bisakah kau jadi sahabatku?” Senyum Yui sangat tulus dan manis.
“Ah, Yui-san... tentu saja! Kau baik sekali. Aku akan senang menjadi sahabatmu. Kau menjelaskan keadaan sekolah ini dengan jelas. Kalau begitu, bolehkan aku memanggilmu dengan Yui-chan? Sepertinya terlihat lebih akrab” Aku memohon.
“Tentu saja Rei, kau juga teman yang baik. Aku akan berusaha menjadi sahabat yang tak akan pernah kau lupakan.” Senyum mengembang di bibirnya.
Di bawah pohon sakura yang sudah berumur puluhan tahun ini, kami mengikat janji persahabatan. Sepertinya, hidup ini akan menjadi kisah yang menyenangkan.

•••

Kami pun kembali ke kelas setelah melakukan observasi. Pelajaran ketiga juga sangat menyenangkan, Sastra Jepang. Aku memang suka membuat Haiku15 meskipun tidak sebagus orang-orang yang sudah ahli. Hanya saja, aku suka menggambarkan perasaanku dengan membuat Haiku. Di tambah lagi, sekolah ini lebih menekankan pada jurusan sastra. Ketika aku di Yokohama, aku sering memenangkan perlombaan membuat Haiku. Aku sangat senang dengan perlombaan terakhirku. Ayahku bisa hadir ketika pemberian hadiah. Aku melihat senyumnya yang sudah jarang kulihat karena ia sangat sibuk.
______________________________

12.    Imut
13.    Tolong
14.    Tunggu sebentar
15.    Haiku adalah puisi pendek Jepang yang memiliki tujuh belas suku kata dengan pola 5-7-5
Hari pertama di sekolah berjalan dengan lancar. Aku berpisah dengan teman-teman dan Yui-chan karena jalan menuju arah rumah kami tidak searah. Kami berpisah di perempatan jalan. Jalan yang kulalui menuju rumah sangatlah luar biasa indah. Ketika pagi hari, akan ada matahari yang bersinar cerah dengan hamparan sawah di kanan dan kiri jalan. Ketika hari sudah mulai sore, semuanya tampak kuning oranye menghiasi alam Kobe dengan semilir anginnya. Dan malam, hawanya dingin, tidak terlalu ramai karena keadaan di sini masih sangat asri. Aku bersyukur telah pindah ke tempat ini.
          “Ah, hari ini aku tidak akan berlari. Santai-santai saja kunikmati keadaan sekitarku yang sangat mengagumkan. Bisa ku jadikan tema untuk Haiku yang ke 32.” Senyumku terkekeh karena bicara pada diri sendiri.
•••

Sesampainya di depan rumah ...

          “Tadaima16! Okaa-san? Okaa-san? Moshi-moshi17...? Aku rasa Okaa-san belum pulang melihat keadaan sesore ini. Yasudahlah, aku tunggu saja sampai makan malam.” Ku melangkah menuju kamar untuk mengganti seragam.
“Benar-benar. Baru hari pertama di sekolah, tugasnya sudah sebanyak ini. Aku harus belajar lebih giat lagi. Ah, aku belum mengisi daftar ekskul.” Batinku sambil membuka isi tas di meja belajar.
Volly tidak, Lompat jauh tidak, Menari? Sangat tidak mungkin. Musik mungkin saja. Basket, basket, basket.... ah, ini dia! Kemudian..., Sastra? aku baru tahu sastra dijadikan kegiatan ekstrakurikuler. Baiklah, kupilih tiga saja! Semoga aku pandai membagi waktu.

Rembulan ditutupi awan yang cukup gelap sehingga malam bertambah makin gelap. Hujan turun dengan sangat deras, Tak menyisakan suara apapun kecuali bunyi air hujan yang jatuh menimpa atap. Namun, Ibuku tak kunjung pulang. Firasat buruk menghantui pikiranku. Tapi aku mencoba untuk tenang.
“Aku sudah berumur 14 tahun. Semuanya akan baik-baik saja. Akan baik-baik saja. Tenanglah Rei. Kau hanya perlu menenagkan dirimu.” Aku mencoba menenangkan diri.
Tak lama kemudian, Malam berubah seperti semula. Menjadi cerah kembali. Hanya terdengar rintik-rintik air yang masih terjatuh dari atap.

Tadaima, Rei-chan! Rei-chan... Rei-chan... Ibu sungguh minta maaf. Ibu telah melakukan dosa besar kepada keluarga ini. Dosa yang tak mungkin kau dan kakakmu maafkan. Setelah ini, ibu akan pergi. Kau harus tetap hidup tanpa ibu. Rei-chan... Rei-chan...

“Rei, Rei-chan Sayang... bangun! Lehermu akan sakit jika kau tidur seperti itu. Pindahlah ke tempat tidurmu... Apakah kau bermimpi sesuatu?” Ternyata Ibuku sudah datang.
“Ah!!! Tadi hanya mimpi kan? Okaa-san tidak apa-apa? Aku, aku, tidak mengerti mimpi itu. Aku tidak mau tidur. Tolong dekap aku Okaa-san!” Aku terbangun dan sangat ketakutan akan mimpi yang tadi kualami.
“Tidak apa-apa, Okaa-san sudah di sini. Tadi kau tidur pulas sekali, sampai-sampai tidak tega yang mau membangunkanmu. Tapi, Okaa-san lihat tiba-tiba raut wajahmu menjadi gelisah, akhirnya Okaa-san membangunkanmu.” Ibuku berkata dengan raut wajah seperti membunyikan sesuatu.
“Aku bermimpi buruk, Okaa-san, sangat buruk. Aku tidak mau menceritakannya.”
“Baiklah, sudah cukup. Tidurlah di pangkuan Okaa-san.” Dan akhirnya, aku tertidur pulas di pangkuan ibuku.
______________________________

16.    Aku pulang
17.    Halo
•••
Seperti biasa sehabis hujan turun, langit akan terlihat cerah.
Ohayo, Okaa-san! Aku berangkat!”
“Rei! Sepulang sekolah, bisakah kau ikut Ibu sebentar ke suatu tempat? Ada sesuatu yang mau Ibu tunjukkan.” Ibuku berkata.
“Er... Kemana? Baiklah, Okaa-san! Jaa nee18, Ittekimashu!
“Nanti kau akan tahu. Hati-hati Rei!”
Kulewati jalan setapak demi setapak sambil bernyanyi ria. Aku sudah tak ingin mengingat mimpi semalam. Hal itu membuat pikiranku sakit. Aku akan terus ceria dan semangat seperti biasanya.

Hari ini harus penuh berenergi. Karena hari ini, hari yang sangat cerah dan bagus.

•••
Aku berjalan di koridor sekolah meunuju ruang kelasku yang terasa jauh. Maklumlah sekolahnya luas, sedangkan kelasku terletak agak ke belakang.
“Rei! Pagi yang cerah bukan?” Yui menepuk pundakku dari arah belakang.
“Aku setuju denganmu, Kawan! Ah ya, Yui-chan...?” 
“Iya, ada apa Rei?”
“Kau ikut ekstrakurikuler apa saja?”
“Aku, hanya ikut ekskul menari.”
“Benarkah? Tidak ada yang lain? Basket, musik, sastra?” Aku terus bertanya.
“Ya, benar. Ah, kau pasti ikut ketiganya? Aku tidak pandai membagi waktu Rei. Menari pun, karena paksaan Ibuku. Sebenarnya, aku ingin masuk... Ah, Sastra! Kau memilihnya? Kau belum pernah dengar?” Yui terlihat gembira.
“Mendengar apa?” Rei tak kalah gembira berharap akan mendapat sesuatu yang mengejutkan.
“Hebat sekali kau mengikuti sastra! Kau tahu? Klub Sastra sekolah kita sudah 3 kali berturut-turut menjuari lomba tingkat nasional Jepang. Aku lupa nama lembaga yang mengadakannya. Mungkin kau bisa seperti para senpai19-senpai kita.”
“Hah? Hontouni20? Yui-chan tidak sedang bercanda kan?”
“Tidak, Rei!” Balas Yui.
Sughooooi! Sughoooooi! Sughooooi! 3 kali berturut-turut? Menduduki peringkat pertama? Keren sekali para senpai kita.
“Bukan para senpai kita sendiri yang melakukannya. Tapi, guru pembimbing yang membimbing mereka sangat luar biasa. Dan pada dasarnya, para senpai kita memang memiliki kemampuan untuk hal itu.”
“Setelah aku masuk di klub Sastra, akan aku kerahkan semua usahaku. Aku akan terus berkarya melalui klub ini. Dengan Haiku... dan siapa tahu aku bisa belajar jenis puisi-puisi yang lain. Ah, senangnya...!”
“Kau... bisa membuat Haiku? Bukankah Haiku itu puisi lama yang agak sulit untuk dibuatnya?” Yui terkejut.
“Ah, memang. Susah-susah gampang. Tapi, kalau aku sudah mempunyai ide untuk membuat Haiku, dengan senang hati aku akan membuatnya.” Senyumku mengembang.
“Berjuanglah Rei-chan! Aku akan selalu mendukungmu. Teruslah berkarya!” Yui menyemangatiku.
“Pasti Yui-chan... Arigato21 nee,...”

_______________________________

18.     Sampai jumpa
19.     Senior
20.    Benarkah?
21.    Terimakasih
Pelajaran dimulai dan berakhir seperti hari sebelumnya. Aku juga sudah diterima di klub Basket, Musik maupun klub Sastra. Mereka menerimaku dengan senang hati. Youkatta22!
Bel berbunyi panjang tanda waktu kegiatan pembelajaran telah usai. Aku ingat pesan ibuku. Jadi aku langsung pulang ke rumah secepatnya tanpa menyita banyak waktu.
          “Tadaima, Okaa-san........!” teriakku dari halam rumah.
          “Kau sudah pulang? Issho23!” Ibu berucap sambil menggandeng tanganku.
          “Kita mau kemana Okaa-san?” kulontarkan pertanyaan pada ibu.
          “Kau akan tahu...”
Aku tambah yakin, Ibu memang sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Ada sekumpulan firasat tak enak yang membuncah di dadaku. Tapi, aku harus berpositif thinking dulu. Setelah berjalan dengan waktu yang cukup lama, kami sampai di tempat yang tak asing. Tempat itu bertuliskan “Noukotsudou” yang artinya Pemakaman. Hatiku mulai bergeming. Pikiranku mulai kacau. Keduanya sama-sama bekerja namun tak sinkron.
“Ayahmu meninggal kemarin siang...”
Suara Ibu serasa membunuhku.
“Ap...pa?! Ok...kaa...saan? Ini bohong kan?” mulutku terbata-bata.
“Tidak, Ibu tidak berbohong. Dia meninggal karena tekanan darah tingginya sudah melampaui batas. Dia tertekan karena proyek terakhirnya gagal. Ayahmu sempat dilarikan ke rumah sakit lalu langsung diterbangkan ke Yokohama. Ibu sangat menyesal karena tidak memberitahumu tadi malam. Ibu sungguh berdosa kepadamu. Karena Ibu tahu, kau akan sangat putus asa dan keceriaanmu akan hilang. Kemarin siang Ibu sudah tak sanggup untuk berdiri. Lalu Ayahmu ternyata menulis di buku hariannya. Setelah membaca buku harian Ayahmu yang diberikan oleh sekertarisnya, Ibu berusaha 100% untuk tetap tegar di hadapanmu. 
Ini, bacalah Rei...” menyodorkan surat sambil terus menangis.

Aku terus memikirkan kalian, putriku satu-satunya yang selalu ceria dan pengarang Haiku yang hebat dan putraku Setsu yang selalu ku banggakan. Kalian adalah penyemangat dalam setiap pekerjaan yang ku lakukan. Aku akan mengajari Rei trik-trik membuat Haiku yang lebih pro. Setelah selesai, kami akan membacakannya tepat di saat ulang tahun istriku, Aida yang ke 45 tahun. Ah, jarang-jarang aku menulis di buku harian. Aku berharap, di sana... Keluargaku terus mendoakanku. Agar aku bisa cepat pulang.
Rei sayang, tiba-tiba ayah merindukanmu. Sehari semalam Otou-san tidak melihat wajah periangmu. Bagaimana kabarmu? Tetap ceria seperti biasanya, bukan? Otou-san selalu mengajarimu. Setiap masalah datang, hadapilah dengan ikhlas dan senyuman. Kau akan merasa lebih baik dari padi menangis. Tapi, jika kau ingin menangis, mengangislah. Karena semua yang terjadi pasti ada maksud dan tujuannya. Kau adalah putriku Rei, Putri Dai Matsuoka.
Ah ya... Bagaimana Otou-san mengatakannya nanti? Proyek yang Otou-san janjikan akan selesai selama 2 minggu ini ternyata gagal. Percobaan ini sudah yang ketiga kalinya. Jika percobaan yang keempat kalinya gagal, ayah tidak akan bekerja di perusahaan lagi. Otou-san harap sekarang Rei tidak lagi mengenal kata menyerah dan selalu bersemangat mengejar impianmu, seperti apa yang ayahmu lakukan ini. Ayah tidak akan menyerah sampai proyek ini selesai. Ore wa, Ganbarimasu! (Aku tidak akan menyerah!).
Ayah beruntung mempunyai Ibumu seorang Cheff pembuat roti yang handal. Ibumu juga sudah membuka toko meski tidak terlalu besar. Tapi otou-san yakin, pasti rasa rotinya tetap yang terlezat di dunia. Aku belum mencicipinya semenjak kita pindah ke Kobe. Ketika sudah pulang ke rumah, Otou-san janji akan langsung memakan roti buatan Aida, Ibumu. Otou-san sudah tak sabar.    –Ni gatsu Nanoka (Februari, 07).


______________________________

22.   Syukurlah
23.   Ayo!
Buku harian itu langsung ku tutup.

Okaa-san, Arigato, nee! Aku tidak akan menangis lagi. Isi diary Otou-san seperti surat untukku. Sepertinya Otou-san merasakan bahwa ajalnya memang sudah dekat, Okaa-san. Menangis seperti ini bukanlah hal yang diinginkan Otou-san. Beliau mau kita tetap seperti biasanya. Menjalani hidup seperti biasanya meskipun tanpa Otou-san. Aku tidak akan menangis lagi Okaa-san, bagaimana dengan Okaa-san...?” Aku berusaha tegar.
“Rei...” Ibuku berucap.
“Di sini, meskipun bukan makam Otou-san, meskipun Otou-san berada di Yokohama, meskipun ini terjadi dengan begitu cepat, meskipun banyak janji yang belum Otou-san tepati, meskipun masih banyak hal yang ingin kubicarakan dan kurencakan dengan Otou-san, aku akan terus berdo’a untuknya. Aku mengerti kenapa Okaa-san membawaku ke sini. Tapi, aku sudah berumur 14 tahun. Aku bukanlah anak yang cengeng lagi Okaa-san...”
“Rei... Kau...?” Raut wajahnya bingung akan sikapku.
Issho ni kaerimasen24 Okaa-san!” Senyumku mulai kembali
“Kau memang putriku Rei, Okaa-san menyayangimu.”
Wakarimashita25. Setsu nii-san26 pasti sudah tahu tentang kabar Ayah, bukan?”
“Ya, dia sudah tahu Rei. Kakakmu akan pulang ketika liburan musim dingin. Untuk sekarang, terlalu tidak mungkin untuknya pulang ke Kobe. Dia menjadi asisten dosen. Kau harus menjadi orang yang lebih hebat dan berguna bagi orang-orang, Rei...!”

Kami berjalan pulang. Hari yang ku awali dengan penuh energi, harus ku akui. Akhir dari hari ini sungguh menyiksa. Tidak akan pernah bertemu lagi dengan orang yang sangat dicintaidi dunia ini, seperti orang mati yang menjalani kehidupan. Terasa ada kekosongan dalam hidupku untuk kedepannya. Mimpi yang aku alami sebelumnya ternyata berarti seperti ini. Sebelumnya aku sudah berfirasat, tapi aku terlalu yakin kepada Otou-san. Aku sudah tak bisa melihat senyumnya meskipun aku yakin, bahwa Otou-san berada di sampingku. Aku akan menyeka air mata ini dihadapan Okaa-san. Aku akan menjadi putri yang kuat bagi mereka. Tapi, satu yang aku sesalkan......

Otou-san belum sempat melihatku membuat Haiku terbaikku dan meraih kemenangan dalam kompetisi selanjutnya...

•••
Di hari-hari berikurnya, aku terus tekun menjalani kehidupan sekolahku. Aku terus belajar dan saling share dengan Yui-chan, dan teman-teman basketku Haru dan Takumi. Mereka berdua sangat hebat. Bisa dibilang, meski mereka di kelas yang sama denganku, mereka sudah seperti senpaiku. Basket lelaki memang hebat. Semuanya mengajariku banyak hal dan membuat hariku-hariku menjadi lebih berwarna sekali. Aku makin yakin bahwa Otou-san memang berada di sampingku untuk menyemangatiku, meski ia tak hadir secara kasat mata.

“Rei-chaaaan! Rei.....!” Takumi berlari sambil memegang bola basket.
“Iya, ada apa Takumi?”
“ Kau tidak dengar? Kau ikut klub Sastra, bukan?”
“Ya, Nande28?”


________________________________

24.   Ayo kita pulang!
25.   Aku tahu
26.   Nii-san adalah bahasa Jepang untuk panggilan Kakak laki-laki
27.   Kenapa?
“Kau pernah cerita, bahwa kau sangat menyukai Haiku, bukan?”
“Ya. Takumi benar sekali. Ada apa? Cepatlah!”
“Sekarang sudah pertengahan musim, klub Sastra akan membuka penyeleksian lomba di masing-masing bidangnya, dan aku dengar mereka mengadakan lomba di bidang Haiku. 3 besar diantara meraka yang lolos di babak penyisihan akan lolos ke babak selanjutnya, dan dikirim ke tingkat Nasional.”
“Wah... Sughoi! Sughoi! Aku baru dengar. Terimakasih Takumi-kun... Tapi, eh, tunggu! Eto, bagaimana kau bisa tahu? Aku saja sebagai anggota klub Sastra tidak mendengar apapun. Tapi, Takumi-kun...?
“Aku tahu karena klub Sastra berdekatan dengan lapangan indoor klub Basket, kau lupa? Dasar, kau Rei-chan!”
“Ah, kau  benar sekali! Apa yang harus ku lakukan Takumi-kun? Aku sangat bahagia sekali. Kyaaaaa~”
“Berjuanglah Rei-chan! Aku yakin, kau mampu melakukannya!”
“Takumi-kun... kau memang baik. Baiklah, do’akan aku. Tapi, dimana Haru-kun?”
“Dia mungkin di ruang ganti basket. Aku akan kembali. Berjuanglah Rei-chan!” Takumi berlari meninggalkanku.
Hai’!29 Watashi wa Ganbarimasu30 Takumi-kun!”

•••

Aku menceritakannya kepada Yui-chan. Yui-chan senang aku sudah kembali 100% pada diriku yang semula. Dia juga senang mendengar aku akan mengikuti penyisihan lomba mengarang Haiku. Dan dia senang, bahwa dia akan menjadi lawanku.
Oro..., Yui-chan juga ikut? Bukannya kau bilang tidak tertarik?” Aku terkejut.
“Aku memang tidak tertarik. Tapi aku bisa membuat Haiku. Selain anggota klub, setiap ketua kelas wajib mengikuti lomba yang diadakan dalam sebuah klub. Kau tidak meremehkanku bukan?”
“Ya? Mana mungkin aku meremehkanmu! Aku akan bersaing denganmu Yui-chan...”
“Baikhlah! Sudah diputuskan, aku akan bersaing denganmu Rei-chan!”
Watashi mo!31

Sepertinya, lomba kali ini akan menjadi lebih menarik. Aku akan bersaing dengan sahabatku dan para ketua kelas yang ada di sekolah ini. Otou-san, tidakkah kau melihatku... Inilah kesempatanku untuk maju ke kesempatan berikutnya, do’akan aku Otou-san...

•••
Hari penyisihan pun datang...

Aku memasuki ruangan klub Sastra yang sudah tak asing lagi bagiku. Yui bersama di sampingku. Kami duduk berdampingan. Panitia sudah membacakan peraturannya. Hanya membuat Haiku sebaik mungkin dengan memperhatikan unsur-unsur dari Haiku sendiri. Dan, setiap Haiku harus memiliki makna yang dalam.
“Ah, Rei-chan... Aku tidak yakin, sepertinya aku akan kalah darimu. Aku tidak sehebat dirimu.”
“Belum tentu Yui-chan. Aku tidak akan membiarkanmu menyerah.”
“Rei-chan...”

_______________________________

28.   Baik
29.   Aku akan berusaha!
30.   Aku juga!
Penyisihan dimulai...
           
Pesertanya hanya ada 47 orang. Setelah dimulai, semuanya terdengar lebih sunyi. Hanya bunyi jam dinding yang terdengar berdetak. Waktu pun terus berlalu. Aku tuangkan kisahku sejak pindah ke Kobe dalam Haiku tersebut, ku buat dengan ketulusan hati. Dan ku rasa, Haiku kali ini adalah Haiku terbaik yang pernah kubuat.

Dan waktu berakhir, pengumuman akan diberitahukan 2 jam berikutnya di mading klub Sastra.

          “Kita ke kantin Rei-chan?”
          “Ayo, Yui-chan...!”

Seusai dari kantin dan berjalan-jalan di daerah setempat, 2 jam telah berlalu. Kami kembali ke sekolah untuk melihat hasilnya.
          “Yui! Rei!” Haru dan Takumi berjalan ke arah kami.
“Takumi-kun, Haru-kun! Ada apa?” Teriakku bersama Yui.
          “Rei! maaf, ternyata kau... tidak berhasil untuk tidak lolos” Haru dengan wajah merengut.
          “Eto.....?” Aku masih bingung.
          “Aku tidak menyesal kau tidak berhasil untuk tidak lolos Rei-chan...” tambah Takumi.
          “Ahahaha, selamat kau lolos Rei-chan! Kau masuk tiga besar!”
          “Na... na... nani32? Hontouni? Aku tidak percaya. Aku akan melihatnya sendiri.” Aku berlari menuju mading klub Sastra, dan ternyata aku benar-benar lolos. Aku ada di urutan ke-2.

No. 01 Rin Misaki kelas IX 3, No. 02 Rei Matsuoka kelas VIII 1, No. 03 Riko Atsushi
kelas IX 1.  
#Keterangan:
Kepada para anggota 3 besar yang lolos, diharap berkumpul besok, Rabu 12 April di ruangan klub Sastra untuk Technical Meeting pada pukul 01.00 siang.

          Yui, Haru dan Takumi menyusulku dan mereka gembira dengan hasil yang aku dapat. Siang itu, menjadi siang yang sangat berarti di bulan April.
Aku sampai di rumah, hendak menceritakan lomba yang kumenangkan kepada Okaa-san, tapi Okaa-san sedang menerima telepon. Ternyata Kak Setsu sakit mendadak dan dia pulang ke Yokohama. Kami langsung pergi ke Bandara Internasional Osaka menuju Yokohama. Keadaannya sangat gawat, aku meninggalkan Kobe untuk pertama kalinya.

•••
Keesokan harinya....
“Takumi, kau tidak tahu dimana Rei-chan?”
“Ah, tidak. Kenapa? Tidakkah dia ada technical meeting siang ini?”
“Justru karena itu aku bertanya. Hari ini Rei tidak masuk sekolah. Tidak ada keterangan tentang alasan kenapa ia tak masuk sekolah. Apa yang harus ku lakukan, Takumi?”
“Apa? Lebih baik kau gantikan saja dia dulu. Yui kau katakan saja hal sebenarnya kepada panitia nanti!”
“Baiklah Takumi-kun. Aku berangkat.”
“Ya, Yui-chan!”




•••

Musim gugur telah menimpa Yokohama. Syukurlah akhirnya kakakku sudah agak membaik setelah perawatan di rumah sakit. Dia hanya kelelahan sampai-sampai mengalami Hepatitis B. Sudah 2 hari aku tidak masuk sekolah. Aku juga memikirkan bagaimana jika aku tidak menghadiri tehnichal meeting itu. Aku kembali ke Kobe Kamis sore.
Waktu terus berlalu begitu cepat. Rabu dan Kamis sudah berganti menjadi Jum’at. Aku berangkat ke sekolah seperti biasanya. Aku memang terlahir dengan kepekaan terhadap lingkungan sekitarku. Aku merasakan firasat tak enak hari ini. Setelah aku sampai di gerbang seolah SMP Yamate, Rasanya ada berita buruk yang akan ku dengar. Dan benar saja...

Dua orang siswi lewat dengan pembicaraan “Pemenang dari lomba di klub Sastra akan berangkat besok menuju tempat perlombaan. Ku dengar ada salah satu anggota yang di ganti. Mereka sangat hebat. Semoga saja, tahun ini sekolah kita juga mendapatkan juara Nasional lagi.”
         
Apa? Besok? Benarkah? Padahal aku belum tahu seperti apa tentang technical meetingnya. Sebaiknya aku ke klub Sastra.
Aku berlari menuju klub Sastra.

Senpai...? Moshi-moshi...?”
“Ah kau Rei. Kemana saja kau 2 hari ini? Kau belum dengar beritanya? Ozura-san menggantikanmu untuk perlombaan besok.”
“Apa?! Kenapa bisa? Aku tidak masuk karena aku kembali ke Yokohama dalam keadaan darurat Senpai, kakakku sakit. Ibuku sudah menelpon ke sekolah aku rasa. Aku tidak percaya. Tapi, kenapa di ganti? Memang bisa seperti itu? Dan bagaimana Yui-chan...?”
“Apa? Rei-chan... aku minta maaf. Aku sangat menyesal sudah mengatakannya. Mengenai penggantian itu, bisa saja terjadi jika Sensei Pembimbing yang melakukannya. Pada saat Technical meeting, Ozura-san yang datang untuk mengizinkanmu. Tapi, karena saat itu guru pembimbing juga hadir, jadi sebagai gantinya... Emh, aku akan hubungi beliau lagi bahwa kau sudah kembali.”
“Dimana Sensei? Aku sendiri yang akan menemui dan bicara kepada beliau.”
Sensei dan para anggota 3 besar sudah berangkat ke tempat penginapan lomba berikutnya. Mungkin ada di hotel kota sebelah. Bagaimana Rei-chan?”
“Apa? Tidak mungkin. Ini tidak adil Senpai! Aku tidak terima ini terjadi. Ini semua adalah kesalah pahaman.”
“Rei-chan....”

Saat itu aku berlari sambil menangis dengan memegang dadaku yang terasa teramat sakit. Semuanya hancur dan ini sudah terlambat. Aku kecewa dan aku menyerah. Ini pertama kalinya, aku mengalami moment seperti ini.

Aku berjalan gontai tak tentu arah, karena Jum’at jadwalnya bebas, jadi tidak ada kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di kelasku. Dan pada akhirnya, Aku sampai di depan lapangan basket terbuka dimana pohon sakura simbol SMP Yamate berada. Di bawah pohon sakura kulihat awan, lalu kurasakan bunga sakura yang mulai berguguran. Semilir angin membawa beberapa bunga sakura yang berjatuhan menjauh.

“Di sini kau rupanya nona periang, Rei Matsuoka! Yo!” Haru membuyarkan lamunanku.
“Ah, ya. Haru....kun.” Suaraku parau.
“Tidak seperti biasanya kau nona periang. Ah, jangan-jangan karena hal itu. Aku sudah mendengarnya dari Yui. Dia bilang dia menyesal. Awalnya dia ingin menolak. Tapi, tak ada alasan untuk menolak apa yang diperintahkan guru pembimbing klub Sastra. Kau baik-baik saja Rei?”
“Tidak...”
“Hei, aku tidak senang kau tak seperti biasanya. Sikapmu hari ini membuat pohon sakura seperti menggugurkan bunganya begitu cepat. Ayolah! Kembali seperti biasanya. Mau bernyanyi bersama?”
“Diam kau! Aku tidak masuk sekolah karena kakakku menderita Hepatitis B. Dan ini sangat darurat hingga aku dan ibuku kembali ke Yokohama dengan mendadak. Bagaimana bisa kau berkata seperti itu Haru-kun!? Tidakkah kau tahu bagaimana rasanya kecewa? Ini untuk pertama kalinya aku merasa kecewa. Ini baru pertama kalinya aku jatuh dan lama untuk bangkit. Ini untuk pertama kalinya aku tidak bisa berpositif thinking.” Aku bicara sambil terisak.
“Rei... sudahlah! Bersabarlah dengan kenyataan ini. Mau bagaimana lagi? Hidup ini bukan lari 100 meter. Hidup ini marathon sepanjang puluhan tahun. Kalah hari ini, bukanlah masalah besar. Kemenangan besar selalu ada untuk yang sabar. Kau tak usah kecewa sampai segitunya. Ini bukanlah akhir dari segalanya!” Haru menasehatiku.
“Dia benar Rei-chan...!” Takumi menepuk kepalaku. Ternyata, dia sudah di balik pohon sedari tadi aku menangis.
“Takumi-kun....”
“Sudahlah berhenti menangis. Kau terlihat jelek seperti itu.” Takumi mencoba menghibur.
“Aku, masih tidak bisa berhenti. Dadaku sakit” Aku menunduk mengusap air mata.
“Kau menyukainya Takumi?” ejek Haru.
“Ya. Sangat menyukainya.” Takumi tersenyum sangat manis.
“Apa!?” Aku dan Haru terkejut.
“Aku sangat menyukaimu sebagai teman yang selalu ceria dan semangat seperti biasanya. Tekad dan semangatmu adalah yang paling besar di antara kita.”
“Takumi-kun... Haru-kun...” Rei terharu dan mulai tersenyum.
“Apa kau membenci Yui setelah ini?” Haru tiba-tiba bertanya.
“Benci? Tidak. Ini bukan salah Yui. Pertama ini salahku. Dan mungkin ini bukan kehendak Yang Maha Kuasa untukku kali ini. Aku bukan tipe gadis pendendam. Yah, bagaimanapun, ini sudah terjadi.”
“Yap! Sudah diputuskan! Mau bermain basket bersama?” Takumi bertanya.

Sekali lagi aku menangis untuk kebahagiaan ini karena mereka selalu hadir dalam senang dan sedihku.

Yeah... Ah, Haru-kun... ajari aku Lay up hari ini, onegai!”
“Baiklah! Ayo Rei!” Ajak Haru menuju lapangan.
“Rei-chan! Mari lupakan semua ini! Mari bersenang-senang dengan bermain basket!” Takumi mendahuluiku menuju lapangan.
Arigato Takumi-kun! Kau baik sekali. Sekali lagi Arigato...”

Kami bermain basket di lapangan terbuka pagi itu. Sangat menyenangkan...

•••

Hidup itu seperti roda yang berputar. Dalam menjalani sesuatu, tidak semuanya berjalan seperti apa yang kita inginkan. Hanya saja, lakukanlah dengan sepenuh hati, semaksimal mungkin dan penuh semangat. Hadapi masalah dengan hati yang mantap dan senyuman. Ganbatte yo!?

Yui-chan... Semoga kau berhasil! Aku berharap padamu. Aku tidak akan membencimu. Aku harap, setelah kita bertemu kembali, hubungan kita akan menjadi lebih baik. Aku menunggumu membawa kemenangan.
Otou-san, kali ini... aku belum bisa membawa Haiku terbaikku ke perlombaan berikutnya. Mungkin lain kali. Di lain waktu dan di lain tempat. Tapi, aku sudah berusaha semaksimal mungkin. Jadi, aku tidak akan berlarut-larut dalam kesedihan. Aku harap Otou-san melihat semangatku yang tak akan pernah padam dan keceriaan yang selalu menghiasi wajahku.

Terimakasih untuk orang-orang yang ada di dekatku. Aku menyayangi kalian...


~FIN~